
Kesenangan dan Kesedihan: Dua Wajah Ujian Allah
ldiimuba.or.id – Dalam kehidupan, manusia tidak pernah lepas dari ujian yang datang silih berganti. Ujian tersebut hadir dalam dua wajah: kesenangan dan kesempitan. Dalam setiap bentuknya, Allah ingin melihat sejauh mana manusia mampu bersyukur dalam kelapangan dan bersabar dalam kesedihan. Sayangnya, manusia kerap salah dalam menilai maksud ujian itu sendiri.
Allah menggambarkan perilaku manusia dalam Al-Qur’an Surat Al-Fajr ayat 15-17:
“Maka, adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu memuliakannya, dan memberinya kesenangan, maka ia berkata, ‘Tuhanku telah memuliakanku’. Dan apabila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka ia berkata, ‘Tuhanku menghinaku’. Sekali-kali tidak! Bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim.”
Ayat ini menyingkap tabir kesalahpahaman manusia. Saat diberi kesenangan dan kelapangan rezeki, manusia sering mengira itu adalah tanda kemuliaan dari Allah. Sebaliknya, ketika diuji dengan kesempitan, mereka merasa Allah sedang menghina mereka. Namun, Allah dengan tegas membantah anggapan ini.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, Allah mengingkari pemahaman bahwa kelapangan rezeki adalah bentuk kemuliaan. Sebaliknya, kelapangan bisa menjadi ujian. Allah ingin menguji apakah manusia tetap dalam ketaatan atau justru terlena hingga melupakan-Nya. Begitu pula dengan keterbatasan rezeki. Ini bukan tanda kehinaan, melainkan ujian kesabaran.
Senada dengan Ibnu Katsir, Al-Qurthubi menjelaskan bahwa sifat yang digambarkan dalam ayat tersebut adalah ciri orang-orang kafir yang tidak beriman pada hari kebangkitan. Mereka mengukur kemuliaan dan kehinaan hanya berdasarkan materi. Namun, bagi seorang mukmin, kenikmatan sejati adalah ketaatan kepada Allah, baik dalam kelapangan maupun kesempitan.
Ujian kesenangan mengajarkan manusia untuk bersyukur, sementara ujian kesedihan mengajarkan kesabaran. Dalam kedua situasi ini, Allah menguji keimanan dan ketundukan hamba-Nya. Sebagaimana Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 155:
“Dan sungguh, Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”
Konsep hidup seorang mukmin adalah menjadikan syukur dan sabar sebagai pijakan utama. Kesenangan tidak seharusnya menjauhkan diri dari Allah, begitu pula kesedihan tidak boleh menjadikan manusia berburuk sangka kepada-Nya. Segala bentuk ujian adalah tanda cinta Allah, yang dengan itu Dia ingin mengangkat derajat hamba-Nya.
Mari kembali merenungkan, apakah kita telah bersyukur dalam kelapangan? Apakah kita bersabar dalam kesempitan? Ujian itu akan terus datang, karena hidup adalah perjalanan menuju ketaatan kepada-Nya.