
UGM Dorong Ponpes Gadingmangu Jadi Perintis Eko-Pesantren Jombang
Jombang (19/12/24) Universitas Gadjah Mada (UGM) menggandeng Pondok Pesantren Gadingmangu, Jombang, Jawa Timur, dalam upaya menjadikan pesantren tersebut sebagai percontohan eko-pesantren di Indonesia. Program ini melibatkan dosen UGM, Dr. Atus Syahbudin, yang melakukan survei lingkungan pada Minggu (15/12/2024) sebagai langkah awal pengembangan pesantren berbasis kesadaran lingkungan.
Atus, yang meraih gelar doktoral di Jepang, menegaskan bahwa program ini bertujuan mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam menjaga kelestarian lingkungan. “Santri harus memahami bahwa menjaga lingkungan adalah tanggung jawab bersama dan bagian dari ibadah,” ujarnya.
Dalam survei, tim memetakan kondisi lingkungan pesantren, mengevaluasi pengelolaan sampah, dan perilaku santri terkait kebersihan. Salah satu langkah awal yang dilakukan adalah menyediakan tempat sampah organik dan anorganik untuk mencegah pencampuran yang berpotensi menciptakan gas metana dan merusak ozon.
Edukasi Jadi Kunci
Edukasi menjadi pilar utama dalam program ini. Santri diajarkan langkah-langkah praktis seperti menghemat air dan listrik, memilah sampah, serta mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. “Cukup lima menit di rumah untuk memilah sampah, dibandingkan waktu lebih lama di tempat pembuangan akhir (TPA),” kata Atus.
Pesantren Gadingmangu juga memiliki keunggulan dalam penanaman 29 karakter luhur yang rutin diajarkan. Penguatan karakter ini dianggap sebagai modal penting dalam membangun kesadaran santri terhadap pola pikir ramah lingkungan.
Potensi Menjadi Teladan
Hasil survei menunjukkan potensi besar Ponpes Gadingmangu sebagai pelopor eko-pesantren. Atus optimistis bahwa kerja sama antara guru, santri, dan masyarakat akan memperkuat keberhasilan program ini. “Pesantren ini bisa menjadi contoh bagi pesantren lain di Indonesia,” ucapnya.
Langkah ini diharapkan tidak hanya menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat di pesantren, tetapi juga membangun kesadaran lingkungan yang dapat diterapkan santri di masyarakat. “Agama dan lingkungan dapat berjalan seiring untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik,” tutup Atus.
Upaya ini menandai babak baru dalam pendidikan berbasis lingkungan di pesantren, sekaligus menjadi bukti bahwa pelestarian alam dapat selaras dengan nilai-nilai agama.